Breaking News
Loading...
Kamis, 20 Oktober 2011

Kajian al-Dakhil Fi al-Tafsir, Ahmadiah

Kamis, Oktober 20, 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Dalam menafsirkan Alqur’an, sedikit banyak  seseorang tidak bisa lepas dari subjektifitas yang selalu menyertai pemikirannya.Oleh karena itu dari dulu sampai sekarang dan sampai kapan pun tidak ada orang yang bisa menafsirkan Alqur’an kecuali yang diberi kepercayaan oleh Allah SWT. Untuk menerima Alqur’an pertama kali yaitu Rasulullah saw.
Dewasa ini tidak sedikit orang yang telah berusaha untuk melakukan pembaharuan dalam penafsiran Alqur’an, meskipun dengan cara menyimpangkan al Quran dari maknanya yang benar.Dalam hal ini mereka bukan hanya tidak sesuai dengan bahasa al Qur’an tetapi juga tidak sesuai dengan kaidah – kaidahumum dalam agama.
Di antara orang atau kelompok yang talah melakukan pembaharuan penafsiran itu adalah para pembaharu Islam. Salah satu pembaharu Islam yang talah melakukan penyimpangan dalam menafsirkan al Quran adalah Ahmadiyah, suatu aliran baru Islam yang talah didirikan oleh Mirza Ghulam. Ajaran aliran Ahmadiyah ini telah menyebar luas ke berbagai daerah terutama di daerah Asia.Melihat dari ajarannya, kebanyakan umat Islam berpendapat bahwa Ahmadiyah ini merupakan aliran Islam yang sesat karena ajarannya telah bertentangan dengan hal yang prinsipil dalam Islam yakni tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan mengenai Ahmadiyah dan penyimpangannya, maka  di dalam  makalah ini akan dijelaskan beberapa rumusan masalah sebagaimana berikut:
1.      Apa yang dimaksud Ahmmadiyah ?
2.      Ada berpakah aliran Ahmadiyah dan penyimpangannya?
3.      Bagimana Pendapat para Ulama tentang aliran Ahmadiyah?
  
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Aliran Ahmadiya
      Ahmadiyah  merupakan suatu organisasi Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad dari Qodian,Punjab (Pakistan) yang hidup pada tahun 1839.Pada tahun 1880, tatkala berumur 40 tahun, ia menyatakan dirinya sebagai mujadin (reformer) abad 14 Hijriyah,juga sebagai al Masih (penyelamat) yang dijanjikan sebagai realisasi dari hadis nabi yang artinya:”Sesungguhnya Allah akan mengutus  bagi Umat ini (Islam), pada ujung setiap seratus tahun (abad) seorang pembaharu agamanya (hadis Abu Daud) .fahamnya berbeda dengan Ahlu Sunnah antara lain:Bahwa Nabi Isa tidak wafat karena disalib atau dibunuh , tetapi setelah sembuh dari luka bekas penganiyaan musuh-musuhnya, pergi ke Kashmir, dan di sanalah ia meninggal dan dikubur di Yusasa, Srinagar dekat Kashmir. Orang yang telah meninggal tidak mungkin hidup kembali termasuk Nabi Isa. Jemaat Ahmadiyah didirikan karena di sana diperlukan adanya jemaat muslimin yang mempunyai program yang teratur dan dapat dilaksanakan  dalam hubungannya dengan dakwah Islamiyah.[1]
B.  Macam-macam Aliran Ahmadiyah dan Penyimpangannya
Setelah Mirza Ahmad Ghulam meninggal, maka pada tahun 1914 jemaat Ahmadiyah pecah menjadi dua,yaitu: Ahmadiyah Qodian dan Ahmadiyah Lahore.
a.      Ahmadiyah qodian
khalifah yang pertama adalah Maulavi Hakim Nuruddin (1841-1914) dan Khalifah II Mirza Bashiruddin Ahmad (Lahir 1806-1889), putra Mirza Ghulam Ahmad.Aliran ini mengakui Mirza Ghulam Ahmad bukan saja sebagai incanatie (inkarnasi) Isa Almasih tetapi juga sebagai nabi karena Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad menafsirkan ayat 40 surat Al Ahzab, dengan Tuhan memberi kesempurnaan-kesempurnaan , bagian yang baik kepada Nabi Muhammad SAW bukannya sebagai nabi penutup seperti yang dianut  golongan Ahlu Sunnah .Lengkapnya terjemahan ayat tersebut adalah:”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi, dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS.Al Ahzab:40).  Aliran ini juga berpendapat bahwa tak ada  seorangpun baik mukmin atau kafir mendapat siksa abadi di dalam neraka, sebagai mana firman Allah, yang  artinya:”Dan RahmatKu meliputi segala sesuatu.(Al A’raf: 156).Dan firman Allah yang artinya:”Maka masuklah jamaah hamba-hambaKu ke  dalam syurgaKu”(Al Fajr :29-30).Pusat jemaat Ahmadiyah adalah di Rabuah, Pakistan Barat, dan telah tersebar ke seluruh dunia, terutama di kota-kota besar Amerika Serikat, Amerika Latin,Afrika, Asia dan Australia. Di Indonesia disebarkan oleh Rahmat Ali, dengan mendirikan Jemaat  Ahmadiyah Indonesia yang berpusat di Jakarta. Orang Islam yang tidak berbai’at  dengan Ahmadiyah Qodian dipandang kafir dan keluar dari umat Islam.[2]
b.      Ahmadiyah Lahore
Tokohnya adalah Kwajah Kamaluddin dan Maulana Muhammad Ali,M.A.LIB  mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanya sebagai mujaddin (pembaharu) abad ke-14 Hijriyah dan bukannya nabi.Karenanya tidak ada perbedaan yang prinsipil dengan golongan Ahlu Sunnah, cita-citanya  melayani dan berbakti kepada Islam, kesatuan Islam , membela dan menyiarkan Islam dengan beberapa  tugas, di antaranya:
1.      Menetapkan utusan Islam, muballigh.
2.       Mempersiapkan utusan-utusan Islam,
3.       Merterjemahkan Alqur’an suci ke dalam berbagai bahasa.
4.       Menyiarkan lektur Islam secara luas. Kelompok ini juga mempunyai cabang di seluruh dunia. Untuk Indonesia disiarkan oleh Mirza Wali Ahmad Beig yang mendirikan gerakan Ahmadiyah Lahore disingkat GAL yang berpusat di Yogyakarta dan didirikan pada 10 Desember 1928 dengan wadah hukum 4 April 1930, NO.IX .1930. Dahulu namanya De Ahamadiyah Beweging Indonesia (Gerakan Ahmadiyah Indonesia).Tokoh-tokohnya di Indonesia antara lain: Joyosugito, Bupati Woronokusumo, Sudewo yang telah menterjemahkan Alqur’an ke dalam bahasa Belanda di Heilige Qoeran (Alqur’an yang suci).Mereka aktif dalam kegiatan pendidikan , mendirikan P.I.R.I (Perguruan Islam Republik Indonesia) dan menyelenggarakan sekolah-sekolah dalam berbagai jenis dan tingkat.Kitab-kitab Ahmadiyah, : Kitabul Bariyah, Siiraul Mahdi, Baqiqotul Wahyi, Fathul Islam, Haqiqotu Nabawiyyah, Kasyiful Ikhtilaaf, Nujuulul Masii dan lain-lain.[3]
C.  Pendapat Para Ulama tentang Ahmadiyah
Pada dasarnya Ahmadiyah tidak pernah menyimpang dari akidah mainstream. Selama ini yang menjadi pangkal keyakinan Ahmadiyah adalah datangnya nabi Isa as. kedua kali yamg sama-sama diyakini oleh mainstream ahlus-sunnah. Perbedaannya adalah hanya  pada masalah pemahaman mengenai person dan waktu. Siapa dan kapan.
Berikut ini ada beberapa kutipan pendapat yang dirangkum dari berbagai sumber tentang akidah kedatangan kembali nabi Isa as kedua kalinya.
1.      Pendapat NU yang termaktub dalam Muktamar ke III di Surabaya tanggal 28 September 1928.
“ Kita wajib meyakini Isa bin Maryam as. akan datang di akhir zaman nanti sebagai nabi/rasul yang melaksanakan Syariat nabi Muhammad saw. hal itu tidak berarti menghalangi nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir (pembawa Syariat) sebab nabi Isa bin Maryam as. hanya akan melaksanakan Syariat Nabi Muhammad saw. (Ahkamul Fuqaha).
Kemudian ada disebutkan juga bahwa Mahzab empat pada waktu itu hapus (tidak berlaku).

Al-Qurtubi, Mufassir terkemuka, juga mempunyai pendapat yang mirip dengan NU memberikan rumusan: “bahwa yang benar (al-shahih) adalah, sebenarnya Allah mengangkat Nabi Isa ke langit tanpa diwafatkan terlebih dahulu dan bukan dalam keadaan tidur. Kelak, Ia akan benar-benar diturunkan ke bumi.
2.      Pendapat Ayahanda Hamka Dr. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul)
“….yaitu bahwasanya Isa al Masih yang akan datang itu tidaklah diketahui oleh seorang juga, apakah hakikatnya….Dan siapakah dia? Dan kapankah? Dimanakah? Maka iman dengan dia itu ialah wajib, sedang mengetahui hakikatnya itu wajib pula diserahkan kepada Allah Taala saja….”dst…. (Al-Qaulush Shahih, halaman 134).
3.      Pendapat Prof. Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)1956, “Peladjaran Agama Islam,” Penerbit “Bulan-Bintang,” Djakarta. “Ulama tafsirpun berbincang hebat tentang turunnya Nabi Isa. Lebih-lebih telah tersebut pula dalam satu hadis, bahwa “Mahdi itu tidak lain adalah Isa.” Mereka perbincangkan
apakah Isa itu masih hidup, lalu diangkat Tuhan ke langit, ataukah dia telah meninggal dunia sebagaimana kebanyakan”
“ Orang yang memegang kepercayaan bahwa Nabi Isa belum mati, dan hanya menguatkan bahwa Nabi Isa diangkat ke langit dengan tubuhnya, terpaksa mesti mencari arti yang lain dari kata “wafat” itu. Tetapi yang berpendapat bahwa Nabi Isa
mati, langsung saja mengartikan ayat itu menurut zahir bunyinya. Mula-mula beliau wafat, setelah itu beliau diangkat ke hadirat Tuhan, sebagaimana setiap insan yang
mulia. Sebab itu ke-angkat-an itu tidak mesti ke langit, melainkan ke hadirat Tuhan.”
“Adapun dasar kepercayaan kita dengan berpegang kepada ayat yang tertulis di atas tadi nyatalah bahwa Nabi Isa telah wafat. Nabi Isa telah wafat, dengan berdasarkan kepada “mutawaffika” tadi. Dan dia telah diangkat ke hadirat
Allah, (wa rafi’uka ilayya), sebagaimana setiap roh yang suci senantiasa diangkat menghadap ke hadirat Allah.”
Adapun tentang turunnya kembali beliau ke dunia, sebelum hari kiamat datang, adalah hadis yang bernama “Al-Uhad.” Tidak termasuk ke dalam hadis yang mutawatir. Maka menurut pertimbangan ahli-ahli hadis, kalau sekiranya tidak kita
jadikan menjadi pokok kepercayaan, sebagaimana pokok kepercayaan yang enam perkara (rukun iman), tidaklah kita keluar dari Agama Islam.”
“Meskipun demikian tidaklah boleh kita menolak kekuasaan Tuhan. Turunnya Nabi Isa kembali ke dunia, tidaklah hal yang mustahil, walaupun tulangnya telah hancur. Bukanlah di dalam Al-Quran ada tersebut cerita burung-burung yang
telah dicincang lumat oleh Nabi Ibrahim atas perintah Tuhan. Burung itu empat ekor banyaknya. Lalu dihantarkan ke puncak empat buah bukit. Tuhan memerintahkan kepada Ibrahim supaya empat burung itu dipanggil kembali. Maka datanglah keempat burung itu, dengan izin Allah!”
“Dipandang dari segi kepercayaan ini, datangnya Nabi Isa kembali ke dunia setelah beribu tahun beliau wafat, hanyalah permulaan saja dari kebangkitan mahluk Tuhan yang lain. Seluruh insan di hari kemudian akan dibangkitkan. Hanya Isa Al-Masih  didahulukan. Hal ini biasa saja bagi Tuhan.”
4.       Pendapat Ulama Kontemporer
Menurut mereka bisa saja Nabi Isa as. diturunkan ke bumi, tapi turun dengan pengertian “semangat”, “ruh”, bukan dengan pengertian hakikat; raga dan bentuknya. Maka, era Isa adalah masa kebangkitan semangat menghidupkan kembali syariat Islam yang telah lama tercabik-cabik. Dan Dajjal bukanlah makhluk raksasa ’setengah dewa’ yang sebelah matanya buta, dengan membawa surga dan neraka di genggamannya, yang menjadi musuh bebuyutan Nabi Isa, tetapi ia tak lebih dari simbol kemungkaran, ikon kejahatan yang dikalahkan oleh ‘ruh Isa’. Pendekatan hermeneutika seperti ini dihembuskan oleh Imam al-Razi, Rasyid Ridla, Muhammad Abu Zahrah, Muhammad Abduh, Alusi, al- Maraghi, serta beberapa pemikir kontemporer lainnya.[4]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya, maka setidaknya dapat disimpulkan  beberapa hal, di antaranya adalah:
1.      Ahmadiyah merupakan suatu organisasi Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad dari Qodian,Punjab (Pakistan) yang hidup pada tahun 1839.
2.      Ahmadiyah terbagi menjadi dua aliran, yakni Ahmadiyah qodianiyah dan Ahmadiyah Lahore.
a.      Ahmadiyah Qadianiyah, dengan khalifah I Maulavi Hakim Nuruddin (1841-1914) dan Khalifah II Mirza Bashiruddin Ahmad (Lahir 1806-1889), putra Mirza Ghulam Ahmad.Aliran ini mengakui Mirza Ghulam Ahmad bukan saja sebagai incanatie (inkarnasi) Isa Almasih tetapi juga sebagai nabi karena Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad menafsirkan ayat 40 surat Al Ahzab, dengan Tuhan memberi kesempurnaan-kesempurnaan , bagian yang baik kepada Nabi Muhammad SAW bukannya sebagai nabi penutup seperti yang dianut  golongan Ahlu Sunnah.
b.      Ahmadiyah Lahore: Tokohnya adalah Kwajah Kamaluddin dan Maulana Muhammad Ali,M.A.LIB  mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanya sebagai mujaddin (pembaharu) abad ke-14 Hijriyah dan bukannya nabi.Karenanya tidak ada perbedaan yang prinsipil dengan golongan Ahlu Sunnah, cita-citanya  melayani dan berbakti kepada Islam, kesatuan Islam , membela dan menyiarkan Islam dengan beberapa  tugas, di antaranya:
1.      Menetapkan utusan Islam, muballigh.
2.      Mempersiapkan utusan-utusan Islam,
3.      Merterjemahkan Alqur’an suci ke dalam berbagai bahasa.
4.      Menyiarkan lektur Islam secara luas

B.     Saran
Setelah mengetahui tentang aliran Ahmadiyah dan isi ajarannya, setidaknya seseorang bisa mengambil beberapa hikmah, antara lain adalah berhati-hati dalam mengikuti suatu organisasi keagamaan yang jelas-jelas berkaitan erat dengan keyakinan yang kadangkala merembet pada keyakinan yang bersifat prinsipil.


       [1] Tim Penulis Departemen Agama RI.Ensiklopedi Islam Indonesia.(Jakarta:CV.ANDA UTAMA. tahun 1993),hal 100-101
[2] Ibid.
[3] Ibid.                                             
[4] http://nur-islam.net63.net/?p=3

1 komentar:

  1. sepertinya penulis terjebak pada inkonsistensi pemikiran,seperti pada pernyataannya di pendahuluan dengan menganggap MGA sebagai pembaharu Islam dengan diklaim melakukan kekeliruan penfasiran al-quran, dengan pernyataannya pada awal kutipan pendapat para ulama yakni Pada dasarnya Ahmadiyah tidak pernah menyimpang dari akidah mainstream. Selama ini yang menjadi pangkal keyakinan Ahmadiyah adalah datangnya nabi Isa as. kedua kali yamg sama-sama diyakini oleh mainstream ahlus-sunnah. Perbedaannya adalah hanya pada masalah pemahaman mengenai person dan waktu. Siapa dan kapan.Saya sarankan penulis perlu belajar lagi/melakukan riset pustaka lebih jauh.Trims.Sunardi.Cirebon.Salam

    BalasHapus

 
Toggle Footer