A. PENDAHULUAN
Syiar awal agama Islam di Indonesia selalu menarik untuk dikaji. Dalam sejarah awal mula perkembangannya hampir tidak pernah didengar terjadi kontak senjata dengan penduduk asli yang mayoritas beragama Hindu dan Budha, bahkan malah sebaliknya mereka menerimanya dengan hangat, sehingga dengan itu, Islam dapat tersebar dengan mudah dan bahkan tanpa ada sedikitpun perlawanan dari masyarakat setempat khususnya dari pihak kerajaan Majapahit yang pada waktu itu menjadi kerajaan terbesar di Indonesia.
Mengenai penyiar awal agama Islam di Indonesia khususnya di tanah Jawa maka sosok legendaris penuh kharismatik sang waliyyullah Syeh Djumadil Qubro sangatlah menarik untuk kita bicarakan dan kita telusuri. Siapa sebenarnya beliau tersebut? Bagaimana beliau berdakwah dan mengislamkan masyarakat di tanah Jawa? Bagaimana kaitannya sosok beliau ini dengan Wali Songo? Dan mengapa beliau dimakamkan di wilayah yang mana terletak di tengah-tengah pusat kerajaan Majapahit?
Sabtu 13 Juli 2009 kami mendatangi kompleks situs makam Troloyo yang diduga sebagai makam Syeikh Djumadil Qubro, untuk melakukan observasi, dan mencari informasi mengenai hal ihwal Syeikh Djumadil Qubra. Dalam hal ini kami dibantu oleh Pak Adnan (lihat gambar disamping) yang merupakan seorang tokoh yang oleh masyarakat setempat ditunjuk sebagai juru kunci komplek makam Troloyo.
Berikut ini akan kami paparkan hasil observasi dan penggalian data yang kami dapat dari kompleks situs makam Troloyo.
B. SEKILAS TROLOYO
Troloyo merupakan suatu situs peninggalan berupa makam-makam Islam kuno yang terletak di wilayah Kelurahan Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Posisi makam ini berada tepat disebuah tempat yang mana dulunya merupakan pusat kerajaan Mojopahit.
Menurut cerita rakyat yang dikumpulkan oleh J. Knebel, Tralaya merupakan tempat peristirahatan bagi kaum saudagar muslim dalam rangka menyebarluaskan agama Islam kepada Prabu Brawijaya V beserta para pengikutnya. Di hutan Troloyo tersebut lalu dibuatlah petilasan untuk menandai peristiwa itu. Menurut Poerwodarminta, Troloyo berasal dari kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal atau tanah lapang tempat pembuangan bangkai (mayat), sedangkan Pralaya berarti rusak atau mati atau kiamat. Kata setra dan pralaya disingkat menjadai Ralaya.
Nampak pagar petilasan Wali songo Makam tujuh di komplek Troloyo
Bangunan pendapa makam Syeikh DJUMADIL Qubra
C. SYEIKH DJUMADIL QUBRO
Syeikh Djumadil Qubro adalah seorang tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa., bahkan dikatakan beliulah perintis pertamakali penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Beliau adalah wali tertua di tanah Jawa sebelum Wali Songo. Beliau umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, melainkan berasal dari Asia Tengah. Menurut data yang kami peroleh hasil wawancara dengan juru kunci makam Troloyo. Beliau tiba di tanah Jawa sekitar abad ke 13 kira-kira tahun 1250 M. Beliau adalah seorang da’i dari negara Persia yang memang sengaja diutus untuk menyebarkan agama Islam di kepulauan Nusantara khususnya di pulau Jawa. Dalam menjalankan amanat ini Beliau tidak sendirian melainkan dibantu oleh rekannya yang juga satu negara dengannya. Rekan Syeikh Djumadil Qubro diketahui bernama Syeikh Subakir. Ia mempunyai misi yang berbeda dengan Syeikh Djumadil Qubro. Ia bertugas menumbali tanah jawa yang dikenal masih banyak pagebluk-pagebluknya tepatnya di gunung Tidar Jawa tengah.
Syeikh Djumadil Qubra mempunyai tiga putra, pertama Ali Barakat Jainul Alam mempunyai putra Malik Ibrahim (Gresik), yang kedua adalah Ali Nurul Alam mempunyai putra Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, dan yang terakhir adalah Ibrahim Asmaraqandi. Dalam dakwahnya ke tanah Jawa putra bungsunya tersebut juga ikut menyertai Syeikh Djumadil Qubro, yaitu Ibrahim Asmaraqandi. Ibrahim Asmaraqandi memberanikan diri mengabdi pada raja Kuntoro Binatoro Mojopohit dan diambil menantu dikawinkan dengan putri Condro Dewi Condro Muka. Pada akhirnya beliau pindah ke Champa dan mempunyai putra Maulana Ishak (ayah Sunan Giri) dan R. Rahmat (Sunan Ampel). Sedangkan Syeikh Djumadil Qubro tetap berdakwah di tanah Jawa sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Troloyo seperti yang dipercaya masyarakat setempat, bahkan haulnya selalu diperingati pada tiap tahunnya.
D. DAKWAH SYEKH DJUMADIL QUBRO
Bisa dikatatakan dakwah Islam di Indonesia adalah dakwah yang paling sukses dalam sejarah. Hal ini bisa dilihat dari sejarah para wali-wali yang berjasa dan terlibat dalam penyebaranIslam, khususnya Wali Songo dan Syeikh Djumadil Qubro sebelumnya. di tanah Jawa. Telah dijelaskan di awal Syeikh Djumadil Qubro adalah wali pertama yang mengemban misi Islamisasi di tanah Jawa khususnya pada raja Majapahit. Beliau berhasil mengawinkan putra bungsunya dengan salah satu putri raja Mojopahit yang kelak keturunannya meneruskan dakwah beliau di tanah Jawa bersama-sama wali lainnya. Dalam mengemban misinya, Syekh Djumadil Qubro melakukan dakwah dengan cara berpindah-pindah tidak menetap pada satu tempat. Beliau mensyiarkan agama Islam dan mentransformasikan
nilai-nilai keislaman dengan cara yang bijaksana. Memasukkan unsur-unsur keislaman secara pelan tapi pasti meresap ke hati sanubari masyarakat tanpa merusak kultur budaya masyarakat setempat.
E. MAKAM SYEIKH DJUMADIL QUBRO DI TROLOYO
Tempat Waliyyullah Sayyid Djumadil Qubro di makamkan
Keberadaan makam Troloyo sangatlah fenomenal dan menuai kontroversial, karena terletak di pusat kerajaan Mojopahit yang mayoritas penduduknya adalah beragama Hindu dan Budha. Sedangkan kompleks makam Troloyo sendiri adalah kompleks makam orang-orang muslim. Dan salah salah satu yang dipercayai terdapat pada kompleks makam tersebut adalah Syeh Djumadil Qubro. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa makam Syeikh Djumadil Qubro terdapat di beberapa tempat yakni di Semarang, Trowulan, dan di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta, bahkan ada yang mengatakan berada di madinah. Sampai sekarangpun belum diketahui secara jelas mana yang betul-betul merupakan makam beliau.
Pendapat ini muncul karena minimnya peninggalan-peninggalan bukti-bukti sejarah tentang dimakamkannya Syeikh Djumadil Qubro di Troloyo, karena mengingat bahwa letak makam ini berada persis di tengah pusat kerajaan Majapahit sehingga diduga makam ini bukan milik Syeikh Djumadil Qubro dan pengikut-pengikutnya melainkan sebuah tempat dimakamkannya keluarga kerajaan Majapahit. Yang jelas berdasarkan data yang kami peroleh tidak ada bukti-bukti otentik yang bisa dijadikan rujukan tentang kebenaran makam Troloyo sebagai makam Syeikh Djumadil Qubro selain cerita turun temurun tentang kebenaran tersebut. Hal ini dikarenakan satu-satunya bukti peninggalannya yang berupa batu nisan pada makam yang diyakini sebagai makam Syeh Djumadil Qubro dan makam tujuh yang salah satunya diyakini adalah makam beliau tidak mengindikasikan siapa sebenarnya dibalik batu nisan tersebut.
Pada batu-batu nisan tersebut hanya bertuliskan kalimat syahadat Laa ilaha illallah (lihat pada gambar di atas, batu nisan yang terdapat pada makam yang dipercaya sebagai makam Syeh Djumadil Qubro). Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa makam tersebut bukanlah makam Syeh Djumadil Qubro akan tetapi hanya makam para kerabat kerajaan yang sudah memeluk Islam dan masyarakat setempat meyakininya sebagai makam Syeh Djumadil Qubro.
Hal yang serupa tidak hanya terdapat pada makam yang diyakini sebagai makam Syeh Djumadil Qubro akan tetapi terdapat pada batu-batu nisan yang berada pada kompleks yang sama seperti yang terdapat pada batu nisan makam yang berada di sebelah tenggara makam Syeh Djumadil Qubro dan kompleks makam tujuh (lihat gambar di bawah).
Batu nisan yang berada di sebelah tenggara makam Syeh Djumadil Qubro
Dan diyakini sebagai murid-murid beliau.
Makam tujuh yang yang diyakini salah satunya sebagai makam Syeh Djumadil Qubroi. Terletalk di salah satu sudut komplek makam Troloyo.
Peninggalan sejarah di atas merupakan bukti bahwa dulu area ini memang dijadikan sebagai komplek pemakaman kaum muslim pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut keterangan yang kami peroleh dari sang juru kunci bahwa konon tempat ini merupakan sebuah makam khusus umat muslim terutama pengikut-pengikut Syeikh Djumadil Qubro. Hal ini merupakan salah satu dari strategi syiar Islam Syeh Djumadil Qubro yang pada saat itu masih kecil dan belum kuat kuat. Sedangkan pada saat itu kerajaan Majapahit sedang dalam masa kejayaannya. Alasan ini cukup logis, karena dengan adanya makam muslim di tengah-tengah pusat kebudayaan Mojopahit yang mayoritas adalah penganut agama Hindu dan Budha, menunjukkan bahwa Islam pernah memijakkan kaki dan memperlihatkan simbolnya. Dan seandainya kaum muslim yang wafat pada waktu itu tidak dikumpulkan pemakamannya, terpencar di berbagai tempat maka tidak akan pernah memperlihatkan simbol bahwa umat Islam pernah berkembang dan bahkan berada di tengah-tengah pusat peradaban Mojopahit yang terkenal sabagai kerajaan basar yang pernah menguasai Nusantara.
F. PENUTUP
Dari berbagai data yang diperoleh tersebut, kami memperoleh gambaran tentang sosok Syeh Djumadil Qubro bahwa beliau bukan sekadar tokoh fiktif yang melegenda tapi dibenarkan adanya dan diketahui silsilah keturunannya. Anak cucu beliaulah yang melanjutkan misinya menyebarkan Islam, yaitu dari putranya Ibrahim Asmaraqandi yang kawin dengan putri Condro Dewi Condro Muka menurunkan Sunan Ampel dan Sunan Giri anggota dari wali songo di tanah Jawa.
Syeh Djumadil Qubro diyakini dan dimakamkan di kompleks makam Troloyo. Namun demikian tidak ada data-data dan peninggalan sejarah yang mendukung kebenaran tersebut kecuali hanya berdasarkan cerita turun-temurun terutama yang kami dapatkan dari tokoh sekaligus juru kunci makam Syeh Djumadil Qubro di Troloyo, bahkan batu nisan yang ada hanya bertuliskan kalimat syahadat La ilaha illallah tidak mengidentifikasikan siapa dibalik batu nisan tersebut. Hal ini memunculkan keragu-raguan karena dalam satu kompleks makam ada dua makam yang dipercaya sebagai makam beliau, pertama yang di makam utama Syeh Djumadil Qubro dan yang kedua adalah salah satu makam dari makam tujuh. Dan lagi, tentang sosok dan keberadaan makam Syeh Djumadil Qubro tidak hanya ada dan melegenda pada masyarakat Trowulan, akan tetapi keberadaan makam beliau diyakini berada di banyak tempat seperti di Yogyakarta, ada pula yang meyakininya di Bugis dan bahkan di Madinah. Pada akhirnya tentang kebenaran tersebut sekali lagi wallahu a’lam, tidak ada yang menunjukkan dan didukung oleh bukti-bukti yang menguatkannya. Akan tetapi mengenai keberadaan sosok dan kiprah beliau sebagai salah satu penyiar agama Islam patut kita pertimbangkan kebenarannya.cp
Jumat, 24 Juni 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar