Breaking News
Loading...
Jumat, 18 Februari 2011

CONTOH KLAIM KENABIAN: KASUS GHULAM AHMAD DAN JOSEPH SMITH

Jumat, Februari 18, 2011

Sebagai   gambaran  nyata,  di  zaman  modern  ini  terdapat beberapa orang  pengaku  kenabian.  Kehadiran  mereka  tidak memiliki   dampak   seperti   yang   diharapkan   dari  yang benar-benar Nabi dan Rasul, namun mereka mempunyai pengikut. Di  India  pernah  muncul  Mirza Ghulam Ahmad yang dipandang oleh para  pengikutnya  (versi  Qadianis,  dan  bukan  bersi Lahore)   sebagai   seorang   Nabi.   Namun  dalam  beberapa penjelasan terdapat penegasan bahwa  kenabian  Mirza  adalah jenis   "kenabian  kecil"  (minor  prophethood),  karena  ia "hanya" bertugas meneruskan dan menghidupkan  kembali  pesan suci  Nabi  besar  Muhammad saw. Keterangan mengenai hal ini dari seorang tokoh gerakan Ahmadiyah terbaca demikian: Klaim Hazra Mirza Ghulam  Ahmad  (salam-sejahtera  atasnya), ialah  bahwa  Tuhan telah membangkitkan dia untuk membimbing dan  memberi  petunjuk  ummat  manusia;  bahwa  dia   adalah al-Masih  yang  diramalkan  dalam  Hadits-hadits  Nabi Besar (Muhammad saw) dan Mahdi yang dijanjikan  dalam  sabda-sabda (Nabi  Muhammad  saw);  bahwa  nubuwat  (ramalan  suci) yang termuat dalam berbagai kitab suci  agama  tentang  tampilnya seorang  utusan  Tuhan  pada zaman akhir juga telah dipenuhi dalam dirinya;  bahwa  Tuhan  telah  membangkitkannya  untuk membela dan menyebarluaskan Islam di zaman kita; bahwa Tuhan telah  memberinya   karunia   pemahaman   mendalam   tentang al-Qur'an,   dan   mewahyukan   kepada   dia   maknanya  dan kebenarannya  yang  paling   mendalam;   bahwa   Dia   telah mewahyukan  kepadanya  berbagai  rahasia hidup salih. Dengan karyanya, pesannya, dan teladannya,  dia  mengagungkan  Nabi Besar  (Muhammad  saw) dan membuktikan keunggulan Islam atas agama-agama yang lain. Di Amerika muncul seorang bernama Joseph  Smith,  yang  oleh para  pengikutnya  dari  Kristen  sekte "The Church of Jesus Christ of Latter-Day Saint" (kaum  "Mormon")  juga  dianggap sebagai Nabi. Tapi, sama halnya dengan hubungan Mirza dengan Nabi Muhammad saw, Smith pun mengaku "hanya" meneruskan  dan menghidupkan  kembali  ajaran  Isa  al-Masih  as,  khususnya berkenaan  dengan  kitab   sucinya   yang   "hilang,"   yang disampaikan  oleh  Isa  al-Masih  kepada penghuni kuno kedua benua Amerika (Utara dan Selatan), yaitu  Buku  Mormon  (The Book of Mormon). Suatu penuturan dalam pengantar Buku Mormon itu terbaca demikian: Buku  Mormon  adalah  suatu  jilid  dari  kitab  suci   yang sebanding  dengan  Bibel.  Ia merupakan catatan urusan Tuhan dengan penghuni kuna kedua benua  Amerika  dan,  sebagaimana Bibel, memuat pemenuhan gospel yang abadi. Buku  itu  ditulis oleh banyak Nabi kuna dengan ruh kenabian dan  wahyu. Kata-kata  mereka, tertulis  pada lempengan-lempengan emas, dikutip dan diringkas oleh seorang nabi dan ahli sejarah, bernama Mormon. Puncak  kejadian  yang  tercatat  dalam  Buku  Mormon  ialah kependetaan  pribadi  Tuhan  Yesus  Kristus di kalangan kaum Nephites segera setelah  kebangkitannya  kembali.  Buku  itu mengemukakan  doktrin-doktrin  gospel,  memberi  garis besar rencana penyelamatan, dan  memberi  tahu  manusia  apa  yang harus mereka kerjakan untuk memperoleh kedamaian dalam hidup ini dan keselamatan abadi dalam hidup yang akan datang. Setelah  Mormon  menyelesaikan  tulisannya,  ia  menyerahkan cerita  itu kepada anaknya Moroni, yang menambahkan beberapa kata    dari    dirinya sendiri    dan     menyembunyikan lempengan-lempengan  tadi  di bukit Cumorah. Pada tanggal 21 September 1323, Moroni itu sendiri, yang saat itu  merupakan makhluk    yang   dimuliakan   dan   dibangkitkan   kembali, menampakkan diri pada Nabi  Joseph  Smith  dan  mengajarinya berkenaan dengan catatan kuna itu serta penerjemahannya yang mesti terjadi ke dalam bahasa Inggris.
Selanjutnya lempengan-lempengan  tersebut  diberikan  kepada Joseph  Smith,  yang  menerjemahkannya  dengan  anugerah dan kekuatan dari Tuhan. Catatan itu sekarang diterbitkan  dalam banyak  bahasa  sebagai  saksi baru dan tambahan bahwa Yesus Kristus adalah Putera dari Tuhan yang hidup dan semua  orang yang bersedia datang kepadanya serta menaati hukum-hukum dan ajaran-ajaran gospelnya akan terselamatkan. Tapi,  seperti  telah  disinggung,  dan  sebagaimana   telah disaksikan  oleh  sejarah, kehadiran baik Mirza maupun Smith tidak  meninggalkan  dampak  sosial  dan  spiritual   dengan keluasan  dan  kedalaman  seperti yang biasanya ditinggalkan oleh para Nabi terdahulu. Karena  itu  bagi  hampir  seluruh kaum  Muslim  klaim  Mirza  akan  kenabian itu harus ditolak (atau ditafsirkan kembali seperti  dilakukan  oleh  sebagian pengikutnya  sendiri  dari  versi  Lahore);  dan bagi hamper semua kaum Kristen klaim Joseph Smith pun ditolak, dan  kaum Mormon  diakui  hanya  sebagai  salah satu saja dari puluhan atau ratusan sekte dan denominasi dalam agama Kristen. Klaim kenabian atau, apalagi,  kerasulan,  akan  menimbulkan masalah   dalam   masyarakat,  karena  logika  setiap  klaim kenabian atau kerasulan tentu menuntut kepada  setiap  orang untuk  menerima,  membenarkan  dan  "beriman" kepada pengaku itu. Ghulam  Ahmad,  misalnya,  memperlihatkan  gejala  ini, seperti dengan jelas bisa dipahami dari pernyataan berikut: Setelah  secara  singkat  menggambarkan  klaim al-Masih Yang Dijanjikan   (the   Promised   Messiah),   Pendiri   Gerakan Ahmadiyah,  saya ingin menerangkan kriteria umum yang dengan itu kebenaran pengaku (kenabian) serupa  itu  bisa  dinilai. Jika  telah  terbukti  bahwa pribadi tertentu mendapat tugas Maki sebagai Utusan Tuhan, maka menjadi  wajib  atas  setiap orang untuk menerima pengakuannya itu. Kaum   Mormon  pun  mempunyai  sikap  yang  serupa,  sebagai konsekuensi kepercayaan mereka  bahwa  Joseph  Smith  adalah seorang  Nabi. Dalam pengantar Buku Mormon dikutip perkataan kita sendiri, demikian: Berkenaan dengan  catatan  ini  Nabi Joseph  Smith  berkata:  "Saya  telah  katakan  kepada  para saudara bahwa Buku Mormon adalah buku yang paling benar dari semua buku yang ada di muka bumi, dan batu dasar agama kita, dan seseorang akan menjadi lebih dekat kepada  Tuhan  dengan menaati  ajaran-ajaran  buku  itu  daripada dengan buku lain manapun."
Kegawatan muncul karena setiap sikap menerima  atau  menolak sesuatu dari pesan Ilahi akan dengan sendirinya bersangkutan dengan masalah keselamatan atau  kesengsaraan.  Maka  logika pengakuan  kenabian, lebih sering daripada tidak, mengundang percekcokan tajam, sebab terjadi dalam  kerangka  kemutlakan (ultimacy).  Karena  itu pengaku kenabian tentu menghasilkan sistem  kepengikutan  yang  eksklusifistik,  yang   menampik "orang  luar" untuk menyertai mereka dalam panji keselamatan dan kebahagiaan. Dalam penampilannya yang  ekstrem,  seperti ditunjukkan  oleh  berbagai perkumpulan yang bersifat kultus (cultic)  di  banyak  negara  (terutama  Amerika),   harapan keselamatan  yang dipusatkan dan digantungkan kepada pribadi seorang tokoh akan melahirkan gejala-gejala anti sosial  dan penuh  permusuhan. Maka agaknya yang diperlukan oleh manusia zaman modern bukanlah tokoh yang mengarah kepada  penampilan bergaya  cultic, melainkan yang manusiawi biasa, terbuka dan tampil dalam gaya dialogis dengan  anggota  masyarakat  yang lebih  luas  dalam semangat persamaan hak dan kewajiban. Dan hal ini memerlukan suatu perangkat  kepercayaan  yang  kukuh bahwa  sekarang tidak  ada  lagi  yang dibenarkan mengklaim sebagai "petugass" dari Tuhan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer