Sebagai gambaran nyata, di zaman modern ini terdapat beberapa orang pengaku kenabian. Kehadiran mereka tidak memiliki dampak seperti yang diharapkan dari yang benar-benar Nabi dan Rasul, namun mereka mempunyai pengikut. Di India pernah muncul Mirza Ghulam Ahmad yang dipandang oleh para pengikutnya (versi Qadianis, dan bukan bersi Lahore) sebagai seorang Nabi. Namun dalam beberapa penjelasan terdapat penegasan bahwa kenabian Mirza adalah jenis "kenabian kecil" (minor prophethood), karena ia "hanya" bertugas meneruskan dan menghidupkan kembali pesan suci Nabi besar Muhammad saw. Keterangan mengenai hal ini dari seorang tokoh gerakan Ahmadiyah terbaca demikian: Klaim Hazra Mirza Ghulam Ahmad (salam-sejahtera atasnya), ialah bahwa Tuhan telah membangkitkan dia untuk membimbing dan memberi petunjuk ummat manusia; bahwa dia adalah al-Masih yang diramalkan dalam Hadits-hadits Nabi Besar (Muhammad saw) dan Mahdi yang dijanjikan dalam sabda-sabda (Nabi Muhammad saw); bahwa nubuwat (ramalan suci) yang termuat dalam berbagai kitab suci agama tentang tampilnya seorang utusan Tuhan pada zaman akhir juga telah dipenuhi dalam dirinya; bahwa Tuhan telah membangkitkannya untuk membela dan menyebarluaskan Islam di zaman kita; bahwa Tuhan telah memberinya karunia pemahaman mendalam tentang al-Qur'an, dan mewahyukan kepada dia maknanya dan kebenarannya yang paling mendalam; bahwa Dia telah mewahyukan kepadanya berbagai rahasia hidup salih. Dengan karyanya, pesannya, dan teladannya, dia mengagungkan Nabi Besar (Muhammad saw) dan membuktikan keunggulan Islam atas agama-agama yang lain. Di Amerika muncul seorang bernama Joseph Smith, yang oleh para pengikutnya dari Kristen sekte "The Church of Jesus Christ of Latter-Day Saint" (kaum "Mormon") juga dianggap sebagai Nabi. Tapi, sama halnya dengan hubungan Mirza dengan Nabi Muhammad saw, Smith pun mengaku "hanya" meneruskan dan menghidupkan kembali ajaran Isa al-Masih as, khususnya berkenaan dengan kitab sucinya yang "hilang," yang disampaikan oleh Isa al-Masih kepada penghuni kuno kedua benua Amerika (Utara dan Selatan), yaitu Buku Mormon (The Book of Mormon). Suatu penuturan dalam pengantar Buku Mormon itu terbaca demikian: Buku Mormon adalah suatu jilid dari kitab suci yang sebanding dengan Bibel. Ia merupakan catatan urusan Tuhan dengan penghuni kuna kedua benua Amerika dan, sebagaimana Bibel, memuat pemenuhan gospel yang abadi. Buku itu ditulis oleh banyak Nabi kuna dengan ruh kenabian dan wahyu. Kata-kata mereka, tertulis pada lempengan-lempengan emas, dikutip dan diringkas oleh seorang nabi dan ahli sejarah, bernama Mormon. Puncak kejadian yang tercatat dalam Buku Mormon ialah kependetaan pribadi Tuhan Yesus Kristus di kalangan kaum Nephites segera setelah kebangkitannya kembali. Buku itu mengemukakan doktrin-doktrin gospel, memberi garis besar rencana penyelamatan, dan memberi tahu manusia apa yang harus mereka kerjakan untuk memperoleh kedamaian dalam hidup ini dan keselamatan abadi dalam hidup yang akan datang. Setelah Mormon menyelesaikan tulisannya, ia menyerahkan cerita itu kepada anaknya Moroni, yang menambahkan beberapa kata dari dirinya sendiri dan menyembunyikan lempengan-lempengan tadi di bukit Cumorah. Pada tanggal 21 September 1323, Moroni itu sendiri, yang saat itu merupakan makhluk yang dimuliakan dan dibangkitkan kembali, menampakkan diri pada Nabi Joseph Smith dan mengajarinya berkenaan dengan catatan kuna itu serta penerjemahannya yang mesti terjadi ke dalam bahasa Inggris.
Selanjutnya lempengan-lempengan tersebut diberikan kepada Joseph Smith, yang menerjemahkannya dengan anugerah dan kekuatan dari Tuhan. Catatan itu sekarang diterbitkan dalam banyak bahasa sebagai saksi baru dan tambahan bahwa Yesus Kristus adalah Putera dari Tuhan yang hidup dan semua orang yang bersedia datang kepadanya serta menaati hukum-hukum dan ajaran-ajaran gospelnya akan terselamatkan. Tapi, seperti telah disinggung, dan sebagaimana telah disaksikan oleh sejarah, kehadiran baik Mirza maupun Smith tidak meninggalkan dampak sosial dan spiritual dengan keluasan dan kedalaman seperti yang biasanya ditinggalkan oleh para Nabi terdahulu. Karena itu bagi hampir seluruh kaum Muslim klaim Mirza akan kenabian itu harus ditolak (atau ditafsirkan kembali seperti dilakukan oleh sebagian pengikutnya sendiri dari versi Lahore); dan bagi hamper semua kaum Kristen klaim Joseph Smith pun ditolak, dan kaum Mormon diakui hanya sebagai salah satu saja dari puluhan atau ratusan sekte dan denominasi dalam agama Kristen. Klaim kenabian atau, apalagi, kerasulan, akan menimbulkan masalah dalam masyarakat, karena logika setiap klaim kenabian atau kerasulan tentu menuntut kepada setiap orang untuk menerima, membenarkan dan "beriman" kepada pengaku itu. Ghulam Ahmad, misalnya, memperlihatkan gejala ini, seperti dengan jelas bisa dipahami dari pernyataan berikut: Setelah secara singkat menggambarkan klaim al-Masih Yang Dijanjikan (the Promised Messiah), Pendiri Gerakan Ahmadiyah, saya ingin menerangkan kriteria umum yang dengan itu kebenaran pengaku (kenabian) serupa itu bisa dinilai. Jika telah terbukti bahwa pribadi tertentu mendapat tugas Maki sebagai Utusan Tuhan, maka menjadi wajib atas setiap orang untuk menerima pengakuannya itu. Kaum Mormon pun mempunyai sikap yang serupa, sebagai konsekuensi kepercayaan mereka bahwa Joseph Smith adalah seorang Nabi. Dalam pengantar Buku Mormon dikutip perkataan kita sendiri, demikian: Berkenaan dengan catatan ini Nabi Joseph Smith berkata: "Saya telah katakan kepada para saudara bahwa Buku Mormon adalah buku yang paling benar dari semua buku yang ada di muka bumi, dan batu dasar agama kita, dan seseorang akan menjadi lebih dekat kepada Tuhan dengan menaati ajaran-ajaran buku itu daripada dengan buku lain manapun."
Kegawatan muncul karena setiap sikap menerima atau menolak sesuatu dari pesan Ilahi akan dengan sendirinya bersangkutan dengan masalah keselamatan atau kesengsaraan. Maka logika pengakuan kenabian, lebih sering daripada tidak, mengundang percekcokan tajam, sebab terjadi dalam kerangka kemutlakan (ultimacy). Karena itu pengaku kenabian tentu menghasilkan sistem kepengikutan yang eksklusifistik, yang menampik "orang luar" untuk menyertai mereka dalam panji keselamatan dan kebahagiaan. Dalam penampilannya yang ekstrem, seperti ditunjukkan oleh berbagai perkumpulan yang bersifat kultus (cultic) di banyak negara (terutama Amerika), harapan keselamatan yang dipusatkan dan digantungkan kepada pribadi seorang tokoh akan melahirkan gejala-gejala anti sosial dan penuh permusuhan. Maka agaknya yang diperlukan oleh manusia zaman modern bukanlah tokoh yang mengarah kepada penampilan bergaya cultic, melainkan yang manusiawi biasa, terbuka dan tampil dalam gaya dialogis dengan anggota masyarakat yang lebih luas dalam semangat persamaan hak dan kewajiban. Dan hal ini memerlukan suatu perangkat kepercayaan yang kukuh bahwa sekarang tidak ada lagi yang dibenarkan mengklaim sebagai "petugass" dari Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar