Breaking News
Loading...
Jumat, 18 Februari 2011

NABI MUHAMMAD PENUTUP SEGALA NABI

Jumat, Februari 18, 2011

Keterangan bahwa Nabi Muhammad saw adalah penutup para  nabi dan  Rasul  diberikan dalam al-Qur'an dalam rangkaian firman Allah dan  ajaran-Nya  tentang  pembatalan  praktek  tabanni (mengangkat  anak,  kemudian  anak  itu  diakui seperti anak sendiri, seolah benar-benar mempunyai pertalian darah dengan orang  tua  angkat  bersangkutan,  dengan segala konsekuensi kehukuman atau legalnya).  Praktek  tabanni  itu  dibatalkan karena  tidak sesuai dengan ajaran Islam yang lebih mendalam dan asasi, yaitu ajaran  tentang  fitrah  yang  antara  lain menghendaki  segala sesuatu dinilai, dipandang dan dilakukan berdasarkan kenyataan intrinsiknya, bukan  fakta  formalnya. Karena  tabanni  memberi hak kehukuman kepada seseorang anak angkat hanya  karena  ia  dinyatakan  sebagai  anak  sendiri secara  lisan  (yakni,  secara  formal),  maka  praktek  itu dianggap tidak fithri. Dalam sangkutannya dengan Nabi, praktek tabanni (yang beliau lakukan  untuk  bekas budaknya yang dimerdekakan oleh beliau sendiri, Zayd [ibn  Haritsah])  mengakibatkan  sebutan  Nabi sebagai  "bapak" seseorang diantara kaum beriman, yaitu Zayd (maka ia disebut Zayd ibn Muhammad), dengan  mengesampingkan kaum  beriman  yang lain. Maka firman Allah mengenai hal ini terbaca: "Muhammad itu bukanlah bapak seseorang dari  antara kaum lelakimu, melainkan Rasul Allah dan penutup para Nabi." Kemudian, mendahului firman itu  terbaca  firman:  "Nabi lebih berhak atas kaum beriman daripada diri mereka sendiri, dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu  mereka...".  Sudah tentu  yang  dimaksud  bahwa  isteri-isteri  Nabi itu adalah ibu-ibu kaum beriman ialah dalam pengertian spiritual.  Maka Nabi sendiri, sementara dinyatakan sebagai bukan bapak salah seorang diantara  kaum  beriman,  adalah  bapak  (spiritual) seluruh  kaum  beriman,  yakni, panutan mereka semua. Inilah yang dapat kita simpulkan dari rangkaian firman-firman  yang relevan.  Muhammad  Asad  menjabarkan  bahwa  penegasan  itu mengandung arti  penolakan  kepada  pandangan  bahwa  adanya hubungan  fisik  (keturunan)  dengan  Nabi  mempunyai  makna spiritual tersendiri; sebaliknya, karena hubungan  kebapakan kepada  Nabi dan keibuan kepada para isteri beliau itu harus dipahami hanya  sebagai  hubungan  spiritual  (dan  mustahil sebagai  hubungan  fisikal), [9] maka kedudukan seluruh kaum beriman dalam hal ini di hadapan beliau adalah mutlak  sama. Pengertian  ini  lebih-lebih  lagi  sangat logis karena Nabi Muhammad saw adalah Utusan Allah yang terakhir. Untuk pengertian "penutup" itu al-Qur'an menggunakan istilah "khatam," yang secara harfiah berarti "cincin," yaitu cincin pengesah dokumen (seal, stempel), sebagaimana Nabi  Muhammad sendiri  juga  memilikinya  (antara  lain  beliau pergunakan mereka yang sahkan surat-surat yang  beliau  kirim  ke  para penguasa  sekitar Jazirah Arabia saat itu). Jadi fungsi Nabi Muhammad saw terhadap para Nabi  dan  Rasul  sebelum  beliau ialah untuk memberi pengesahan kepada kebesaran, kitab-kitab suci, dan ajaran mereka. Hal ini tersimpul  dari  penjelasan tentang  kedudukan  al-Qur'an terhadap kitab-kitab suci yang lalu, yaitu sebagai pembenar (mushaddiq)  dan  penentu  atau penguji  (mahaymin),  disamping  sebagai pengoreksi (furqan) atas  penyimpangan   yang   terjadi   oleh   para   pengikut kitab-kitab itu. Penegasan itu kita dapatkan dalam al-Qur'an dalam deretan keterangan tentang kaum  Yahudi  dan  Kristen, disertai  harapan agar mereka benar-benar menjalankan ajaran agama mereka masing-masing  dengan  baik,  dan  dirangkaikan dengan   penegasan   pluralitas   kenyataan  hidup  manusia, termasuk dan  terutama  hidup  keagamaannya.  Di  sini  akan dikutip  deretan firman itu, karena amat patut (dan di zaman sekarang cukup mendesak) untuk disimak dan direnungkan  akan makna dan semangatnya: Mereka  (kaum  Yahudi)  itu  suka mendengarkan kedustaan dan memakan  harta  terlarang.  Kalau  mereka  datang   kepadamu (Muhammad)   maka  buatlah  keputusan  hukum  antara  mereka (berkenaan dengan  perkara  yang menyangkut  mereka),  atau berpalinglah dari mereka. Jika engkau berpaling dari mereka, maka mereka tidaklah akan merugikan engkau  sedikitpun  juga Dan jika engkau buat keputusan hukum, maka buatlah keputusan hukum itu antara  mereka  dengan  adil.  Sesungguhnya  Allah mencintai orang-orang yang berbuat keadilan. Tetapi bagaimana mereka akan meminta hukum kepadamu, padahal mereka punya Taurat yang didalamnya ada hukum Allah kemudian mereka  berpaling  sesudah  itu  (dari  keputusanmu). Mereka bukanlah kaum yang (benar-benar) beriman. Sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menurunkan Kitab Taurat yang didalamnya  ada  hidayah  dan cahaya, yang dengan Taurat itu para  Nabi  yang  berserah  diri  (kepada   Allah)   membuat keputusan  hukum untuk mereka yang beragama Yunani, demikian pula  mereka  yang  ber-Ketuhanan  (rabbaniyyun)  dan   para pendeta mereka, karena perintah agar mereka memelihara kitab Allah, dan mereka menjadi saksi atas hal itu. Maka janganlah kamu takut kepada manusia, melainkan takutlah kepada-Ku, dan jangan pula kamu menjual ayat-ayat-Ku  dengan  harga  murah. Barangsiapa  tidak  menjalankan hukum dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah kaum yang kafir. Dan telah kami tetapkan  bagi  mereka  (kaum  Yahudi)  dalam Taurat  bahwa  jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,  kuping  dengan  kuping,  gigi  dengan gigi,   dan  luka  pun  ada  balasannya.  Namun  barangsiapa melepaskan haknya (untuk membalas),  maka  hal  itu  menjadi penebus  bagi  (dosa)-nya. Dan barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan yang diturunkan Allah maka mereka  adalah  kaum yang zalim. Dan  Kami  susuli atas jejak mereka dengan Isa putera Maryam sebagai pendukung bagi  kitab  yang  ada  sebelumnya,  yaitu Taurat.  Dan Kami karuniakan kepadanya Injil, didalamnya ada hidayah dan cahaya, sebagai mendukung kebenaran  kitab  yang ada,  yaitu  Taurat,  dan  sebagai petunjuk dan nasihat bagi mereka yang bertaqwa. Karena itu hendaknyalah para penganut Injil itu  menjalankan hukum   dengan   apa   yang   diturunkan  Allah  didalamnya. Barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan  yang  diturunkan Allah maka mereka adalah kaum yang fasik. Dan  Kami  turunkan  kepada  engkau (Muhammad) dengan benar, sebagai  pendukung   bagi   yang   ada   sebelumnya,   yaitu kitab-kitab  suci (terdahulu) dan sebagai penentu (kebenaran kitab yang  lalu  itu).  Maka  jalankan  hukum  dengan  yang diturunkan  Allah,  dan  jangan  mengikuti  keinginan mereka sehingga menyimpang dari yang datang  kepada  engkau,  yaitu kebenaran.  Untuk  masing-masing  dari  kamu (ummat manusia) telah Kami tetapkan tatanan hukum  (syir'ah,  syari'ah)  dan jalan  hidup  (minhaj).  Jika  seandainya Allah menghendaki, maka  tentu  akan  dijadikannya  kamu  sekalian  ummat  yang tunggal.  Tetapi  Dia  hendak  menguji kamu berkenaan dengan hal-hal  yang   telah   dikaruniakan   kepada   kamu.   Maka berlombalah  kamu  sekalian untuk berbagai kebajikan. Kepada Allah tempat kembalimu  semua,  maka  Dia  akan  menjelaskan kepadamu  tentang  perkara  yang  pernah kamu perselisihkan. Penafsiran  terhadap  ayat-ayat  Ilahi  ini  amat  baku   di kalangan  para  ahli  dan  'ulama. Pertama, dalam firman itu terdapat penegasan bahwa para penganut agama, dalam hal  ini Yahudi  dan Kristen, harus menjalankan ajaran kebenaran yang diberikan Allah kepada mereka  melalui  kitab-kitab  mereka, berturut-turut   Taurat   dan   Injil.  Kalau  mereka  tidak melakukan hal itu,  maka  mereka  adalah  kafir  dan  zalim. Kedua,  al-Qur'an  mendukung  kebenaran  dasar ajaran-ajaran dalam  kitab-kitab  suci  itu,  tapi  juga  mengujinya  dari kemungkinan   pengimpangan   oleh   para  pengikutnya.  Jadi al-Qur'an mengajarkan tentang kontinuitas agama-agama  Tuhan sebagaimana banyak ditegaskan di berbagai tempat lain dalam al-Qur'an- sekaligus ajaran tentang perkembangan agama-agama Tuhan itu dari masa ke masa. Segi  kebenaran  yang didukung dan dilindungi oleh al-Qur'an ialah kebenaran asasi yang menjadi inti semua  agama  Allah, khususnya  Tawhid  atau  paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Inti agama yang umum itu dinyatakan dalam  istilah  Arab  al-din, yang  seperti dijelaskan oleh Muhammad Asad mengandung makna kebenaran-kebenaran agama/spiritual  yang  asasi  dan  tidak berubah-ubah, yang menurut al-Qur'an diajarkan kepada setiap Utusan Allah. Jadi semua Nabi dan Rasul membawa ajaran  inti keagamaan  (din)  yang sama, kecuali jika diselewengkan atau diubah oleh para pengikutnya.  Namun  para  Nabi  dan  Rasul tidak  membawa sistem hukum (syir'ah, syari'ah) ataupun cara hidup (minhaj, way of life) yang sama. Perbedaan dalam  segi ini membawa kepada adanya kenyataan plural agama-agama, yang sepanjang ajaran  al-Qur'an  tidak  perlu  kita  persoalkan, karena   itu   sudah   menjadi  kehendak  Allah  (Dia  tidak menghendaki masyarakat tunggal manusia), dan Allah pula yang akan menjelaskan adanya perbedaan ini. Dari  urutan  dan  logika ajaran al-Qur'an itu dapat dilihat letak pandangan bahwa al-Qur'an adalah kulminasi semua kitab suci,  dan bahwa penerimanya, yaitu Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan Rasul. Sebab ajaran yang  dibawakannya adalah   perkembangan   akhir   dari   semua  agama,  menuju kesempurnaan. Maka Nabi Muhammad sebagai penutup segala Nabi juga  berarti  bahwa  beliau  diutus  untuk  sekalian  ummat manusia: Katakan olehmu (Muhammad): "Wahai  sekalian  ummat  manusia. Sesungguhnya  aku  adalah Utusan Allah kepada kamu sekalian, yang bagi-Nya kekuasaan seluruh langit dan bumi; tiada Tuhan selain  Dia  yang menghidupkan dan mematikan." Maka sekarang berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan  kepada  Rasul-Nya yang   tak  pandai  baca  tulis  itu,  yang  beriman  kepada firman-firmanNya.  Ikutilah  dia,  agar   kamu mendapatkan petunjuk. Firman  ini,  dilihat  dari  letaknya, merupakan interpolasi atas deretan keterangan  tentang  Nabi  Musa  dan  keturunan Israel.   Maksudnya   ialah   menjelaskan   bahwa  sementara Nabi-nabi terdahulu dan ajaran-ajaran yang dibawanya tertuju khusus  kepada bangsa, tempat dan zaman tertentu, namun Nabi Muhammad dan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia, tanpa  terikat  oleh  bangsa,  tempat maupun zaman tertentu. Sebab sesudah Nabi Muhammad saw tidak akan  lagi  ada  Nabi, dan sesudah al-Qur'an tidak diturunkan lagi kitab suci. Oleh karena itu Nabi Muhammad saw juga disebut sebagai bukti rahmat  atau  kasih  Allah  kepada  seluruh  alam, khususnya seluruh ummat manusia: Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai  Muhammad)  melainkan sebagai   rahmat   untuk  sekalian  alam.  Katakan  (olehmu, Muhammad), "Sesungguhnya diwahyukan kepadaku  bahwa  Tuhanmu adalah  Tuhan  Yang  Maha  Esa.  Apakah kamu bersedia tunduk (Islam) kepada-Nya?" Kalau mereka berpaling,  maka  katakana olehmu,  "Ku telah sampaikan hal ini kepada kamu semua tanpa perbedaan. Dan aku tidak tahu  apakah  dekat  (segera)  atau jauh  (terjadinya)  apa  yang  dijanjikan  kepada kamu (oleh Tuhan) itu. Jadi paham Tawhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa  adalah  inti ajaran  al-Qur'an,  sebagaimana  juga  inti ajaran para Nabi yang lain. Kita diperintahkan untuk  tunduk  (Islam)  kepada Tuhan   Yang  Maha  Esa  itu.  Dan  ajaran  inti  ini  telah disampaikan  Nabi  kepada  ummat  manusia  tanpa  perbedaan. Dengan  kata-kata  lain,  ajaran  adalah universal. Muhammad Asad  menjelaskan  segi-segi  yang  mendukung  universalitas al-Qur'an,  yaitu,  pertama, seruan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia, tanpa mempedulikan keturunan, ras dan lingkungan  budayanya:  kedua, fakta bahwa al-Qur'an menyeru semata-mata  kepada  amal  manusia  dan   karenanya,   tidak merumuskan  dengan yang bisa diterima atas dasar kepercayaan buta semata; dan akhirnya, fakta bahwa -berbeda  dari  semua kitab  suci  yang  diketahui  dalam sejarah- al-Qur'an tetap seluruhnya  tak  berubah   dalam   kata-katanya   sejak   ia diturunkan  dalam  belasan abad yang lalu dan akan selamanya demikian keadaannya, karena  ia  diantara  sedemikian  luas, sesuai dengan janji Illahi. "Dan Kami-(Tuhan)-lah yang pasti menjaganya" (QS. al-Hijr/15:9). Berdasarkan tiga daftar  isi muka  al-Qur'an  merupakan tahap akhir wahyu Tuhan, dan Nabi Muhammad adalah penutup segala Nabi. Implikasi bahwa al-Qur'an menyeru kepada akal, dan karenanya tidak  ada  dogma  yang  harus  diterima tanpa sikap kritis, ialah bahwa al-Qur'an terbuka bagi setiap  orang  yang  akan mencoba  untuk  menangkap  pesan-pesan  Ilahi  di  dalamnya. Keterbukaannya bagi setiap  orang  itu  benar-benar  sejalan dengan  tekanan  atas  adanya  tanggung jawab pribadi setiap orang kepada Allah kelak di akhirat, yang ajaran ini sendiri membawa  konsekuensi  tidak dibenarkannya sistem perantaraan bagi  seseorang   kepada   Allah   melalui   lembaga-lembaga keagamaan  seperti  kependetaan. Setiap orang adalah pendeta untuk dirinya sendiri, dalam arti bahwa dia sendirilah  yang mampu  membawa  jiwanya  untuk  mendekat kepada Allah, bukan orang lain. Kemudian, implikasi dari prinsip  ini  ialah  bahwa  manusia tidak  lagi  perlu  kepada  pembimbing  keruhanian melainkan dirinya sendiri setingkat dengan  usahanya  memahami  ajaran Kitab  Suci  yang terbuka itu. Mungkin ia memerlukan bantuan dari seorang atau para sarjana (ulama), atau  pemikir,  atau pembaharu, namun tidak kepada seorang atau para tokoh dengan kekuasaan spiritual. Ini ditegaskan, misalnya, oleh A. Yusuf Ali  dalam  tafsirnya  uraiannya atas ayat "penutup (khatam) pada Nabi:" Jika sebuah dokumen telah distempel, ia telah  lengkap,  dan tidak  boleh  ada  tambahan.  Nabi Besar Muhammad mengakhiri garis panjang para rasul. Ajaran Tuhan tetap berlanjut,  dan akan  tetap terus demikian, namun tidak pernah ada dan tidak akan ada lagi Nabi sesudah Muhammad. Zaman akhir  memerlukan para  pemikir  dan  pembaharu  bukan Nabi-nabi. Ini bukanlah perkara sewenang-wenang. Ia merupakan keputusan dengan penuh pengetahuan   dan  kebijaksanaan:  "sebab  Allah  mengetahui sepenuhnya akan segala sesuatu." Maka kesimpulannya ialah sungguh banyak  implikasi  positif, baik   sosial  maupun  keagamaan,  dari  ajaran  bahwa  Nabi Muhammad  s.a.w.  adalah   penutup   segala   Nabi.   Dengan berakhirnya  kemungkinan ada Nabi dan Kitab suci serta agama sesudah Nabi  Muhammad,  al-Qur'an  dan  agama  Islam,  maka manusia   tinggal   harus   mengembangkan   apa  yang  telah diwariskan itu, dalam semangat persamaan hak dan  kewajiban, dan dengan penuh rasa tanggung jawab pribadi kepada Allah di akhirat. Dan dengan begitu pula maka manusia  terbebas  dari keharusan  tunduk  tidak  semestinya  kepada  sesamanya, dan terbebas pula dari godaan cultic dan mitologi.  Jalan  lurus terbentang   di   hadapannya,   dan   tinggallah   ia  harus menempuhnya sesuai dengan  kemampuannya.  Maka  konsep  Nabi Muhammad  sebagai  penutup  segala  Nabi terkait erat dengan semangat ajaran Tauhid.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer