Breaking News
Loading...
Jumat, 13 Desember 2013

HUTANG BANGSA PADA PESANTREN

Jumat, Desember 13, 2013




HUTANG BANGSA PADA PESANTREN
Pada periode awal pembangunan negara ini telah terjadi perbedaan sengit antara Dr. Sutomo dengan S.T. Alisyahbana perihal arah pembangunan Negara Republik Indonesia. Bagi yang pertama negara ini hanya dapat dibangun berdasarkan khazanah budaya bangsa ini, sedangkan bagi kedua negara ini dapat maju hanya dengan meniru budaya barat. Pertama ialah membanggakan pendidikan pesantren, dan kedua ialah mengagungkan pendidikan sekuler barat, dengan beberapa argumentasi. Meskipun argumentasi Dr. Sutomo cukuplah kuat dan rasional, tapi pemikiran S.T. Alisyahbana sejatinya mewakili arus pemikiran pada pengambil kebijakan kependidikan saat itu. Hal yang paling menarik disini bukanlah argumentasi mereka, tapi implikasi bahwa usaha meletakkan pendidikan pesantern sebagai rival pendidikan sekuler barat memang telah terujut sejak lama.
Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang selalu berhadapan secara berbeda dengan pendidikan sekuler yang dibawa oleh penjajah. Bukan hanya itu saja, keberadaannya sejak awal telah menunjukkan anti-penjajahan dan mendukung kemerdekaan negara Republi Indonesia. Anehnya setelah negara Indonesia merdeka, pesantren juga dicurigai sebagai anti pemerintahan dan menjadi sarang atau komando jihad, dan kini pesantren kembali dicurigai sebagai sarang teroris. Apa sebenarnya substansi pendidikan dipesantren ?? dan bagagimanakah ia memainkan perannya dalam lintasan sejarah bangsa ini ??
Substabsu Pesantren
Pada hakikatnya pendidikan pesantren tidak lepas dari Islam, dan pendidikan pesantren bermula tidak lama setelah Islam masuk ke Indonesia, alasan tersebut sangatlah sederhana. Islam sebagai agagma dakwah disebarkan secara efektif melalui proses transmisi ilmu dari ulama ke masyarakat yaitu disebut dengan tarbiyah wa ta’lim. Proses tersebut berlangsung melalui pesantren. Hal tersebut dapat dibuktikan diantara metode pembelajaran di pesantren. Yaitu metode sam (menyimak) syar (penjelasan ulama) baik secara halaqah ataupun tahfidz dan lain sebagainya, sehingga pendidikan dalam pesantren sendiri berasal dari tradisi intelektual Islam. Hanya saja istilah yang digunakan untuk sistem ini tidak sepenuhnya merujuk pada kata bahasa Arab. Sebutan pada pelajar yang mencari ilmu bukan murid seperti dalam tradisi suf atau thalib atau tilmid seperti bahasa Arab kebiasaan, tapi santri yang berasal dari bahasan sankrit (san : orang baik, tra : suka menolong). Lembaga tempat belajar itupun kemudia mengikuti akar kata santri dan menjadi pe-santi-an atau gampangnya disebut pesantren. Disumatera sendiri pesantren disebut dengan rangkang, meunasah atau surah. Hal tersebut menunjukkan pendekatan dakwah para ulama yang permisif terhadap tradisional lokal. Di Malaysia dan Thailan lembaga ini dikenal dengan nama pondok yang merujuk pada bahasa Arab funduk yang berarti hotel atau penginapan. Jadi meskipun istilah pesantren tidak memiliki akar kata dari tradisi Islam, tapi substansi pendidikannya tetaplah Islam.
Keneradaam kiai atau ulama sebagai tokoh otoritatif, peserta didik, asrama dan sarana pendidikan ialah sebagai beberapa unsur penting pendidikan pesantren yang sejatinya ialah unsur pendidikan, dan lebih lengkap dibandingkan tri-pusat pendidikan yaitu sekolah, masyarakat, dan keluarga yang terdapat pada sistem sekolah pada pendidikan umum.
Karakter pendidikan pesantren ialah menyuruh, yaitu seluruh potensi pikir dan dzikir, rasa dan karsa, jiwa dan raga dikembangkan melalui berbagai media pendidikan yang terbentuk dalam suatu komunitas yang sengaja didesain secara integral untuk tujuan pendidikan. Dalam sistem sekolah, beberapa pusat pendidikannya terpisah dan hampir saling berhubungan. Dalam kelas atau masjid, para santri di didik ilmu pengetahuan kognitif dan diluar itu ia memperoleh bimbingan serta menyaksikan suri tauladan sang kiai atau guru serta beberapa teman pesantren. Dengan kata lain kehidupan pesantren sudah merupakan pelajaran penting bagi seorang santri, seperti yang diajarkan oleh Islam itu sendiri. Doktrin mengenai keimanan dalam teks, dilengkapi dengan pelajaran etika, ilmu, kemasyarakatan, pendidikan dan lainnya diluar kelas. Pengertian kurikulum bagi pendidikan pesantren tidaklah terbatas pada pelajaran atau kitab yang dipakai, tapi keseluruhan kegiatan didalam asrama ataupun pesantren. Dengan demikian tujuan pendidikan pesantren seperti halnya tujuan kehidupan manusia didunia. Dengan demikian tujuan pendidikan pesantren laksana tujuan kehiduapn manusia didunia ialah ibadah yang spektrumnya seluas pegnertian dari ibadah itu sendiri. Dengan pendidikan pesantren berfungsi sebagai melting pot, yaitu tempat untuk mengolah potensi dalam diri santri guna dapat berproses menjadi manusia seutuhnya yaitu insan kamil. Santri tidak hanya disiapkan untuk mengejar kehidupan dunia, tapi juga mempersiapkan kehidupan akhirat. Tidak hanya untuk menjadi manusia berguna bagi masyarakat, tapi untuk menjadi manusia seutuhnya yang taat pada tuhannya. Pengolahan potensi diri inilah yang didukung oleh bangunan spiritual, sistem nilai dan jiwa kedisiplinan yang kuat yang dapat diklasifikasikan sedikitnya menjadi lima, yaitu keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah islamiyah, kemandirian dan kebebasan.
Peran Pesantren
Peran pesantren hampir bersamaan dengan datangnya umat Islam ke Indonesia. Sebab peran pesantren dalam membangun negara ini sebenarnya sama dengan peran Islam itu sendiri. Peran Islam dalam membangunkan dunia melayu sudah terbukti secara historisitasnya. Dalam teori Prof. Naquib al-Attas mengenai islamisasi masyarakat melayu, Islam datang dengan membawa pandangan hidup bru yang ditandai oleh munculnya semangat rasionalisme dan intelektualisme. Pandangan hidup baru ini kemudian merubah pandangan hidup bangsa melayu-Indonesia yang sebelumnya dikuasai oleh dunia mitologi yang sangat rapuh (al-Attas, Preliminary Statemen On A General Theory Of The Malay-Indonesian Archipelago, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur 1969)
Menurut Snouck Hurgronje, agama hidu tidak memiliki peran dalam pembinaan spritual masyarakat awam yang kebanyakan dari kasta rendah. Di Sumatera yang pernah dikenal sebagai pusat berkupulnya para pemikir hindu, misalnya pandangan hidup hindu hampir tidak berpengaruh terhadap masyarakat masa itu, oleh sebab itulah pada masa kekuasaan kerajaan hindu banyak anggota masyarakat yang tertarik pada pandangan hidup Islam. Tapi pandangan hidup Islam tidak serta merta dipaami masyarakat dengan hanya membaca syahadat, ia memerlukan proses transformasi konsep ke dalam pikiran masyarakat dan pemahaman suatu konsep hanyalah dapat efektif untuk dilakukan melalui proses belajar mengajar. Pesantren dalam hal ini berperan aktif dalam transformasi beberapa konsep penting dalam Islam ke tengah-tengah masyarakat waktu itu. Peran Islam dalam merupakan pandangan hidup yang statis kepada yang dinamis, rasional dan teratur inilah yang disebut dengan proses islamisasi, kebalikan dari akulturasi atau penyesuaian agama dengan kultur setempat. Jadi Islam sendiri masuk ke Indonesia dan disebarkan melalui pendidikan pesantren dalam bentuk pandangan hidup, dan bukan sebagai gerakan politik seperti yang diasumsikan oleh Prof. Satono Kartodirdjo. Terbukti beberapa raja di jawa dan luar jawa masuk Islam tanpa proses peperangan sebagai pandangan hidup Islam yang membawa konsep baru perihal ketuhanan yang maha esa, mengenai manusia, kehidupan, waktu, dunia dan akhirat, bermasyarakat, keadilan, ekonomi dan lain sebagainya.
Melalui pandangan cara kehidupan masyarakat Islam tersebut dapat mengembangkan semangat pembebasan dan perlawanan terhadap para penjajah. Pemberontakan para petani di banten pada tahun 1888 M, atau perang masyarakat Aceh melawan tentara Belanda pada tahun 1873. Hal tersebut tidak terlepas dari peran para kaum santri dan pesantren pada umumnya. Dengan demikian Islam tidak hanya dapat dipahami sebagai gerakan politik, tapi sebagai suatu pandangan hidup yang memberikan warna baru terhadap gerakan politik di Indonesia. Peranan Islam terhadap bangkitnya bangsa Melayu dapat dilihat dari beberapa fenomena tersebarnya kultur Islam dan tersebarnya penggunaan bahasa Melayu sebagai alat guna mengekspresikan karya sastra dan berbagai diskursus pemikiran keagamaan dan filsafat. Melalui pandangan hidup Islam kedalam kultur Melayu maka bahasa Melayu menjadi sangat kaya dengan kosa kata dan terminologi Islam. Hal tersebut juga sekaligus merupakan jembatan menuju lahirnya bahasa Melayu sebagai lingua franca.
Selain hal tersebut melalui hijrah ke berbagai pelosok pedesaan, pesantren mengembangkan masyarakat muslim yang solid, dan pada saatnya berperasan sebagai kubu pertahan rakyat dalam melawan para penjajah. Peranan para kiai dalam melewati penjajahan tidak perlu dipertanyakan lagi, sebab Raffles sendiri dalam bukunya yaitu : The History of Java mengakui bahaya para kiai terhadap kepentingan Belanda. Menurutnya banyak sekali para kiai yang aktif dalam berbagai pemberontakan melawan Belanda. Bahkan besarnya pengaruh para kiai tidak hanya terbatas pada masyarakat awam saja, tapi juga menjangkau beberapa istana, misalnya Kiai Hasan Basari, dari pesantren Tegalsari Ponorogo yang memliki peranan besar dalam melerai pemberontakan di keraton Kartasura, bukan hanya itu, pesantren juga mampu melahirkan pujangga misalnya Raden Ngabehi Ronggowarsito merupakan salah satu santri dari Kiai Hasan Basari yang berhasil menjadi pujangga jawa terkenal pada masa itu.
Pada zaman pergerakan pra kemerdekaan, peranan pesantren juga sangatlah menonjol, melalui para alumninya yaitu HOS Cokroaminoto pendiri gerakan Syarikat Islam dan guru pertama Soekarno di Surabaya juga alumni dari pesantren. KH, Mas Mansuh, KH. Hasyim Ashari, KH. Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo, KH. Kahar Muzakkir merupakan para alumni pesantren yang menjadi tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh di tengah-tengah masyarakat mereka dan menjadi pelopor sebagai para guru bangsa, menjadi tempat rujukan segala persoalan masyarakat di tengah-tengah percaturan politik menjelang kemerdekaan Republik Indonesia.
Ketika Jepang memobilisir tetara PETA (Pembela Tanah Air) guna melawan para penjajah Belanda, para kiai dan santri mendidirikan tentara Hizbullah, dibalik itu dalam pikiran mereka ialah konsep jihad melawan kezaliman, konsep ukhwah untuk membela sesama saudara seagama dan konsep kebebasan yang menolak segala bentuk penindasan. Hal tersebut  tidak lepas dari pengaruh pandangan hidup Islam. Kemudian setelah kemerdekaan, para alumni pesantren terus memainkan perannya dalam mengisi kemerdekaan. Moh, Rasyidi alumni pesantren Jampes merupakan Mentri Agama RI pertama, Moh, Nastir alumni pesantren persis menjadi perdana Mentri, KH. Wahid Hasyim alumni pesantren Tebuireng, KH. Kahar Muzakkir dan lainnya menjadi panitia persiapan kemerdekaan, KH. Muslih Purwokerjo dan KH. Imam Zarkasyi alumni Jamsaren menjadi anggota dewan perancang nasional, KH. Idham Khalid menjadi wakil perdana mentri dan ketua MPRS. Singkatnya di beberapa awal kemerdekaan RI para kiai dan alumni pesantren berpartisipasi hampir di setiap lini perjuangan bangsa. Dan perlu dicatat bahwa beberapa jabatan tersebut diraih bukan untuk tujuan politik sesaat, tapi tuk sarana membela dan memperjuangkan agama, negara, dan bangsa.
Era orde baru marak pembangunan fisik yang disertai dengan berbagai proses marginalisasi peran politik untuk umat Islam, para kiai dan pesantren tetap memiliki perannya dalam membangun bangsa, dan dampak dari pembangunan fisik yang tidak berangkat dari konsep character building ialah dekadensi moral, korupsi, tindak kekerasan dan lain sebagainya. Hal tersebut berakibat pada pendidikan, khususnya sistem sekolah di beberapa kota besar yang tidak lagi menjanjikan kesalehan moral dan sosial anak didik. Dalam kondisi seperti inilah pesantren bermuculan menjadi alternatif penting. Dengan jiwa ukhwah islamiyah pesantren tidak pernah terjadi sebuah tawuran sebab jiwa kemandirian di pesantren tidak sedikit dari santri drop out, justru sukses sebagai pengusaha.
Saat terjadinya convergensi ilmu pengetgahuan agama dan umum di pesantren, medan distribusi alumni pesantren menjadi semakin meluas, penyeberangan para santri ke perguruan tinggi umum menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan lagi. Para santri kemudian mengembangkan kajian agama secara informal dan intensif yang melibatkan beberapa mahasiswa yang tidak memiliki beckground agama. Dan kini peran pesantren tidak lagi langsung dimainkan oleh para alumninya, tapi oleh para murid-murid alumninya. Pergerakan mahasiswa seperti HMI, PMII, IMM yang marak pada dekade 70-an dan 80-an juga gerakan LDK, usrah-usrah dan intensifikasi aktifitas masjid kampus dan lain sebagainya tidak dapat dipisahkan dari peran dan konstribusi dari berbagai alumni pesantren. Dan kini di zaman reformasi telah bermunculan sejumlah nama tokoh yang tidak lepas dari peran pendidikan pesantren, bak langsung maupun tidak langsung. Yaitu amien rais, mantan ketua MPR, KH. Abdurrahman Wahid, mantan Presiden RI, Hidayat Nur Wahid, Hasyim Muzadi, Nurchalis Majid, ialah bagian dari beberapa tokoh yang tidak lepas dari dunia pesantren. Hal itu tidak saja menunjukkan kualitas pendidikan pesantren dalam mencetak kepemimpinan dan beberapa tokoh bangsa, tapi membuktikan besarnya keperdulian santri terhadap problematika bangsa ini. Jika kini beberapa gelintir para alumni pesantren dituduh terlibat dalam berbagai aksi yang dianggap teror, maka sangat absurd jika kemudian peran dan potensi pesantren dalam membangun bangsa ini, baik dimasa lalu, maupun di masa depan. Semestinya kini tidak perlu lagi mempertanyakan apa peran dan fungsi pesantren dalam membangun negara ini yang justru perlu dipertanyakan ialah apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam membangun pesantren dan apa yang belum, hasil kalkulasi inilah merupakan hutang bangsa ini terhadap pesantren.
Nahdlatul Ulama
Mengantar kiai untuk RI-I. Nahdlatul Ulama (NU) berarti kebangkitan para ulama. Dibidangi oleh beberapa tokoh ulama, seperti KH. Muhammad Hasyim Asyhari (1871-1947) dan KH. Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971). NU lahir pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya dan kini menjadi salah satu organisasi dan gerakan Islam terbesar di Indonesia. NU lahir dari Komite Hijaz yang bertujuan mengupayakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan penganut dari salah satu madzhab yang empat, yaitu Hanafi, Syafi’i, Hambali, dan Maliki. Sebagian besar yang mendominasi gerakan ini ialah dari madzhab Syafi’i.
NU yang berbasiskan masa pesantren diseluruh Nusantara, mencorong menjadi sebuah gerakan kultural yang sangat berkembang, Solidaritas dikalangan NU juga sedikit banyak dipengaruhi oleh kuatnya kekerabatan internal, baik yang disebabkan oleh seperguruan dalam menimba ilmu agama (pesantren sebagai tempat belajar), sebab nasab dan juga silaturahim yang dijalin dan tentu saja ukhwah islamiyah merupakan kesatuan akidah.
Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri atas Mustasyar (berfungsi sebagai badan penasihat), Syuriah (berfungsi sebagai pimpinan tertinggi) dan Tanfidziyah (berfungsi sebagai pelaksana harian). Kepengurusan NU juga dilengkapi dengan berbagai lajnah, lembaga dan badan otonomi. Dalam kehidupan politik NU ikut aktif semenjak zaman pergerakan kemerdekaan di masa penjajahan. Semula NU aktif sebagai anggota Majlis Islam Indonesia, kemudian Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), baik yang dibentuk di zaman jepang maupun yang didirikan oleh seluruh organisasi Islam setelah merdeka sebagai satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia. Sebab berbagai perbedaan pada tahun 1952 NU menyusul PSII menyatakan menarik diri dari keanggotaan istimewa Masyumi dan berdiri sendiri sebagai partai politik. NU bersama dengan PSII dan Perti membentuk liga muslimin Indonesia sebagai wadah kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam pemilihan umum pada tahun 1955 NU muncul sebagai partai politik besar ketiga. Pada masa orde baru NU bersama partai politik lainnya yaitu PSII, Parmusi, Perti berfungsi dalam partai persatuan pembangunan yaitu PPP, kemudian sejak tahun 1984 NU menyatakan diri kembali ke Khittah 1926, yaitu melepaskan diri dari kegiatan politik dan menjadi organisasi sosial keagamaan. Meski Khittah 1926 NU pada mulanya diilhami oleh suatu pemikiran bahwa keterlibatan secara langsung dalam kanca politik praktis ternyata tidak memberikan keuntungan yang signigfikan bagi kelangsungan hidup organisasi. Perjalanan NU kemudian tanpak lebih didominasi oleh aktifitas politik. Inilah yang kemudian memunculkan beberapa ide untuk kembali ke Khittah 1926. Hal tersebut bukan berarti NU meninggalkan dunia politik, tapi netralitas politik tetap menjadi pilihan NU. Sebab itulah untuk menjaga sikap netral tersebut dapat dimaklumi jika PBNU melarang adanya rangkap jabatan bagi segenap pengurusnya yang memiliki jabatan politik. Dalam praktiknya para anggota NU masih ada di PPP, tak sedikit yang menberangi ke Golkar dan tidak dilarang juga masuk pada PDI. Ini terjadi dalam kurun waktu sekitar 1984-1998. Sampai kemudian pada tahun 1999 saat gelombang refolusi menyeruak, NU dapat berkampanye untuk rumahnya sendiri yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Langkah tersebut di anggap sebagai langkah non politik dari politik NU, dimana NU tidak mengubah bentuk menjadi organisasi politik secara langsung, sebab berarti ini mencederai Khittah 1926, tapi menampilkan representasi organisasinya yang memiliki kekuatan sosial cukup signifikan di Indonesia dalam jaket PKB.  Meski bukan satu-satunya partai bentukan warga NU, di masa inilah PKB meraih simpati masa, Khususnya dari kalangan santri. Islam cukup besar, hingga mampu menduduki peringkat lima besar partai pemenang pemilu 1999.
Sebagai cucu dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyhari yaitu sosok KH. Abdurahman Wahid atau lebih dikenal sebagai Gus Dur tak terlepas dari perkembangan NU. Menjadat selama tiga periode berturu-turut dalam puncak kepemimpinan di PBNU, pemikiran Gus Dur banyak memberikan Corak bagi perkembangan NU berikutnya. Ia disebut-sebut sebagai seorang yang memadukan pemikiran tradisional dan kontemporer. Greg Barton, dosen mata kuliah agama dan modernism, mengupas pemikiran dari beberapa tokoh Indonesia, antaranya Gus Dur. Menurutnya Gus Dur merupakan sosok yang penuh kontroversi dan dianggap telah memelopori dan dianggap telah memelopori bangkitnya gerakan liberalisme Islam dikalangan anak muda NU. Gus Dur kemudian terpilih sebagai ketua Partai Kebangkitan Bangsa yang dengan demikian harus meletakkan jabatan sebagai ketua PBNU. Dalam perkembangannya saat pemilihan presiden dilaksanakan di senayan, pada tahun 1999 terjadi tarik menarik tokoh Islam di DPR/MPR yang menghasilkan konsesi politik yang berujung pada pemenangan Gus Dur sebagai orang nomor satu di republik ini. Tapi selama kepemimpinannya, pemerintah menuai badai dan kritik yang dipenuhi langkah yang juga penuh dengan kontroversi. Gus Dur akhirnya lengser setelah pertanggung jawabannya ditolak oleh MPR dalam sidang istimewa.
Besarnya organisani NU yang oleh para penggagasnya dengan segala kejernihannya, dimaksudkan untuk menegakkan Izzul Islam Wal Muslimin. Nyatanya cukup memberikan corak bagi Khazanah sosial politik di Indonesia. Keberadaan organisasi Islam terbesar di negara Indonesia ini tak pelak mengundang harapan bagi segenap kaum muslimin di Indonesia, khususnya untuk memberikan kontribusi bagi kemaslahatan umat.
 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer